Pendidikan Hati untuk Integritas Bangsa

Blog Single

Oleh Ilham Faisabrun Zjamiil (1730310020)*

Melihat realitas negeri, membuat hati miris. SDA dan SDM yang begitu melimpah tidak membuat negeri ini menjadi Negara adidaya tetapi justru sebaliknya. Kemakmuran tidak merata, kesenjangan sosial di mana-mana menjadi sebuah kebiasaan yang dimana para rakyat tidak bisa berbuat apa-apa untuk merubah nasib. Pemerintah yang menjadi penanggung jawab akan semuanya seakan enggan untuk memperbaiki walaupun pemerintah sudah bekerja sebaik mungkin, namun masalah di atas tak kunjung mereda.

Sementara pendidikan juga sebenarnya sudah mengalami perkembangan yang pesat. Kesempatan pendidikan semakin tahun semakin memberikakn kesempatan bagi siapapun untuk mengeyam pendidikan. Tetapi nampaknya, para pembelajar mengalami problemnya sendiri. Mereka yang bersekolah, beranggapan bahwa sekolah adalah ajang unjuk rasa gengsi antar satu sama lain, gengsi akan hal unjuk kepintaran dan gengsi atas rasa kemampuan personal. Gengsi yang tidak seharusnya dilakukan, gengsi untuk kepintaran akan memunculkan rasa tidak mau mengalah akan segala hal yang dimana akan menanamkan rasa sombong ketika di puncak. Walaupun tidak semua seperti itu. Kepintaran yang dimiliki dirasa menjadi modal untuk menjadi sukses namun ada hal yang perlu di garis bawahi. Dalam hal pendidikan ada hal penting yang harus dimiliki dari pada kepintaran, yaitu adab.

Adab disini berarti sikap yang diambil, yang berarti kepintaran tidak menjadi faktor utama dalam menunjang kesuksesan namun ada hal lain. Melihat realitas sekarang ini, ujaran kebencian dan hoax terasa menjadi makanan sehari-hari untuk kita yang dimana kita di tuntun untuk tidak menelaah apa yang terjadi. Kepintaran yang digunakan untuk kegiatan seperti itu menjadi sia-sia, kepintaran menjadi unjuk menyebar kebencian, kenapa hanya orang yang pintar yang membuat hal seperti itu? Karena orang yang bodoh hanya akan memikirkan dirinya sendiri, berbeda dengan orang pintar yang memikirkan segala hal.

Sekolah yang menjadi gerbang pendidikan ternyata sedikit memberikan sumbangsih kepada negeri. Sekolah hanya sekedar untuk mencari ijazah, karena ijazah dirasa penting untuk mengejar kesuksesan. Ketika sekolah hanya mengejar ijazah, saya rasa sia-sia karena yang didapat tidak lebih sekedar ijazah. Dalam buku “orang miskin dilarang sekolah”karya Eko Prasetyo, disana dijelaskan bahwa pendidikan di monopoli oleh pemerintahan itu sendiri atau orang yang ingin meraup untung dari pendidikan ini. Sebuah ironi ketika orang pintar memainkan pendidikan untuk perutnya sendiri. Memang benar kata ibu Gunarti seorang samin di Rembang dalam film “Samin vs Semen”, beliau mengatakan “tidak perlu sekolah formal, cukup mengerti, tidak usah menjadi pintar. Karena pintar akan di gunakan untuk membohongi” ironi memang melihat realitas sekarang ini.

Jepang, Negara yang lebih kecil dari negeri ini, akan tetapi lebih maju dari pada negeri ini. Sistem pendidikan yang dijalankan cukup apik untuk membangun bangsanya. Dari masuk jam 08:30-15:30 mampu membuat Negara jepang maju, berbeda dengan negeri ini. Jam sekolah yang lebih lama tidak mengubah apapun secara signifikan. Islam sebagai agama mayoritas negeri ini, tak juga mendukung negeri ini untuk maju karena konsep dalam Islam yang tidak di jalankan. Dalam Islam, pendidikan menjadi salah satu faktor untuk kemajuan sebuah kaum. Kenapa Nabi Muhammad yang tidak bisa membaca mampu memberikan perubahan yang teramat besar untuk dunia ini? Bukan karena beliau adalah kekasih Allah yang diberikan karunia. Namun, ingin menunjukan bahwa pengetahuan tidak hanya modal utama dalam kesuksesan namun adab juga memberikan sumbangsih yang cukup besar. Dalam dakwahnya, Nabi tidak pernah memberikan contoh yang buruk kepada ummatnya walaupun memiliki keterbatasan tidak bisa membaca dan menulis.

Al-quran dan Hadits seharusnya menjadi landasan bagi negeri ini untuk membentuk sebuah kebijakan, walaupun tidak semua Islam, namun hukum Islam bersifat universal yang berarti dapat di terima semua makhluk tanpa memandang bulu.sekarang Mata pelajaran agama yang lebih sedikit dari mata pelajaran umum menjadi salah satu contoh bahwa adab tidak begitu diajarkan. Hal itu yang menjadikan, negeri ini kering kerontang akan nilai spiritual dan adab yang berlaku. Pendidikan seharusnya tidak hanya berkenaan dalam bagimana cara otak menerima dan melegalkan subjektif. Namun pendidikan hati disini lebih penting dari pada pendidikan stimulus otak. Bukankah Nabi telah memberikan contoh yang gamblang mengenai pendidikan hati yang berkenaan dengan adab. Otak yang waras namun hati menjadi gila tidak akan merubah apapun.

Dalam buku “Islam sebagai Ilmu” karya Kuntowijoyo telah memberikan pencerahan bagi pendidikan hati ini. Penelaahan suatu ilmu harus diambil dari hukum yang valid bukan berasal dari keserakahan otak yang mengambil segala keputusan sendiri. Hati dalam Islam berfungsi sebagai banteng perilaku buruk, ketika hati tak mampu membendung perilaku buruk, maka hanya nafsu yang akan menguasai. Ada 3 konsep manusia : ketika manusia lebih menekankan nafsu, manusia itu akan menjadi lebih dari binatang, ketika manusia lebih menekankan hati, maka akan lebih dari malaikat. Ketika nafsu dan hati berjalan beriringan maka akan menjadi makhluk yang sempurna. Orang Nasrani akan maju ketika ia meninggalkan Injil, namun orang Islam akan maju ketika dekat dengan Al-quran.

Penyadaran tentang hakikat, hak dan kewajiban manusia menjadi penting untuk menuju makhluk yang sempurna. hakikat manusia adalah dari lempung busuk yang ditiupkan roh tuhan yang memiliki arti bahwa sesungguhnya, kita adalah makhluk yang hina, karena dari karunia tuhanlah kita menjadi makhluk yang ditinggikan dan sempurna. Untuk hak dan kewajiban, merupakan sebuah perbedaan yang tipis. Kita semua berhak mengeluarkan pendapat. Namun, kita lupa akan kewajiban kita yaitu menghargai pendapat orang lain.

Pendidikan hati di sini mempunyai pondasi secara umum, penyadaran kepada masyarakat tentang bagaimana cara pandang dan menghargai orang lain. penyadaran disini bermaksud untuk menyelaraskan berbagai sudut pandang yang berlaku dalam masyarakat dan mencegah adanya perpecahan dari sebuah persoalan yang sekiranya tidak begitu urgent. Penyelerasan pandang ini akan berdampak pada bagaimana cara pandang kita terhadap orang lain yang sekiranya berbeda pendapat. Dalam  mewujudkan 2 hal yang terlihat simple, ada 1 pihak yang harus mau bekerja sama. Yaitu masyarakat itu sendiri. Dimulai dengan penyampaian kepada masyarakat tentan pendidikan ini. Dan mengganti semua sistem pendidikan di negeri ini. Nampak sistem pendidikan di negeri ini tidak menggembirakan, namun menyengsarakan. Cukup dalam sebuah pendidikan hal yang paling mendasar untuk di ajarkan adalah adab, cara bertingkah laku. Memang butuh waktu untuk memperbaiki sebuah sistem namun ketika sistem sudah berjalan dan masyarakat mau menjalankan. Maka akan terjadi integrasi bangsa di semua sektor. Sebuah negara akan maju ketika pendidikan di negaranya maju.

(*Penulis adalah mahasiswa program studi Tasawuf dan Psikoterapi IAIN Kudus angkatan 2017).

Share this Post1: